Infoteratas.com - Sikap tak kenal kompromi Presiden Jokowi yang tidak mau memperpanjang kontrak karya Freeport lebih awal, telah memakan korban. Karena korbannya adalah para pejabat kelas kakap, maka tindakan Jokowi itu dimaknai sebagai 'tindakan yang amat berani'. Jokowi terlalu berani menyikat para mafia yang selama ini nyaman 'bermain' di Freeport.
Kue amat lezat Freeport yang pernah dicicipi oleh Aburizal Bakri, kini hilang tiba-tiba di zaman Jokowi. Penghilangan rezeki, sarang tawon dan sumber kue lezat para grup pejabat elit di negeri ini yang salah satunya diperoleh dari Freeport adalah sebuah 'aksi lawan arus ' bagi Jokowi. Akibatnya terjadi kegaduhan luar biasa di DPR, istana menjadi panas dan masyarakat Indonesia menjadi heboh. Perseteruan sengit grup elit antara Jusuf Kalla, Sudirman Said Plus Rini Soemarno vs grup elit lainnya Setya Novanto, Reza Chalid, plus Aburizal pun tak terhindarkan.
Seandainya Jokowi mengikuti kebiasaan Soeharto yang membiarkan pembagian kue lezat Freeport kepada grup pejabat elit di negeri ini, maka kegaduhan dan catut nama Presiden itu tidak pernah ada. Jokowi telah membuat Sudirman Said, Kalla, Novanto frustrasi. Pun pihak Freeport yang dipimpin oleh Maroeff Sjamsuddin double frustrasi karena terus ditekan
Jokowi untuk melaksanakan kewajibannya di Indonesia. Mereka gagal meyakinkan Jokowi untuk memperpanjang kontrak Freeport itu lebih awal. Jokowi tanpa kompromi mengatakan 'no'. Jokowi sama sekali tidak memberi celah kepada para calo, makelar dan para pemburu rente untuk kembali bermain di Freeport. Semua negoisasi perpanjangan kontrak, harus melalui Presiden. Akibatnya, skenario Kalla dan Sudirman Said dan penyusup baru Setya Novanto gagal total dan malah terkuak di hadapan Jokowi. Kedua kubu yang berseteru ini gagal besar mendikte dan mengatur Presiden Jokowi. Pertanyaannya adalah bagaimana bisa dimengerti bahwa kasus catut Novanto itu terjadi akibat dari kegagalan skenario Kalla-
Sudirman Said di Freeport? Kita mungkin sebagian setuju bahwa Freeport adalah sarang tawon luar biasa bagi para pejabat elit Indonesia sekian puluh tahun. Berkat Freeport, para anggota DPR, pejabat pemerintah yang tadinya bukan siapa-siapa, tiba-tiba muncul sebagai pengusaha hebat di jagat bisnis di tanah air setelah kongkalingkong dengan Freeport. Cerita sukses pejabat elit di negeri ini dari kue lezat Freeport bukan isapan jempol. Sejarah telah membuktikannya.
Di zaman Soeharto, kue lezat Freeport dicicipi oleh sebagian kecil orang di negeri ini. Pada pembaharuan kontrak karya Freport tahun 1991, di masa Menteri Pertambangan dan Energi, Ginandjar Kartasasmita, Aburizal Bakrie yang pada saat itu sudah dekat dengan Soeharto lewat Ginanjar, mendapat kesempatan emas untuk mencicipi kue lezat Freeport. Dalam kontrak baru itu, Freeport wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada pihak pemerintah dan swasta. Nah, pihak swasta yang beruntung saat itu adalah Aburizal Bakrie. Ketika itu, sebanyak 10 persen saham dipindahtangankan melalui transaksi jual-beli dari Freeport Indonesia kepada PT Indocopper Investama Corporation, milik Aburizal.
Pada saat itu PT Indocopper sebetulnya tak punya cukup duit untuk membeli saham Freeport. Namun dengan restu Soeharto, Aburizal kemudian melakukan pinjaman dari pihak ketiga yang dijamin oleh Freeport sendiri. Setahun kemudian, Aburizal menjual 4,9 persen saham itu kepada Freeport senilai harga pembelian seluruh saham, US$ 212,5 juta. Aburizal pun mendapat dana gratis senilai 200 jutaan dollar AS dari Freeport. Kisah kue lezat yang pernah dicicipi Aburizal itu kemudian menjadi daya tarik bagi Novanto (anak emas Aburizal di Golkar) untuk mencari celah mengulangi kisah kue lezat Freeport. Karena kontrak Freeport akan habis pada tahun 2021 mendatang, maka pada tahun 2014, pihak Freeport ingin lebih awal memperpanjang kembali kontrak karyanya.
Melihat keinginan Freeport itu, maka mulailah para calo, makelar, para pemburu rente dan para pejabat elit di lingkungan pemerintahan SBY kembali bergentayangan dan bermanufer. Tujuannya adalah ingin mendapat bagian dari kue lezat Freeport yang kembali diperbaharui kontraknya. Orang-orang di sekitar SBY pun mendesak SBY agar memperpanjang kontrak Freeport di masa pemerintahannya. Orang-orang ini amat khawatir jika terjadi di masa pemerintahan yang baru, kontrak Freeport itu akan ditunda hingga tahun 2019. Presiden SBY pun luluh. Maka pada saat kunjungan terakhir Presiden Yudhoyono ke New York untuk menghadiri sidang PBB, September 2014, dirancanglah satu acara penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Pemerintah RI dengan PT Freeport Indonesia yang isinya memuat kesepakatan terkait dengan rencana amandemen Kontrak Karya sebagaimana disahkan oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 dan kejelasan nasib operasi Freeport setelah tahun 2021.
Melihat gelagat SBY tersebut, Kalla langsung bermanufer. Kalla kemudian membentuk tim lobi yang diketuai oleh Sofyan Wanandi. Misi dari Sofyan adalah memastikan agar Mou antara pemerintah RI dan PT Freeport itu dibatalkan dan ditunda sampai pemerintahan baru terbentuk Oktober 2014. Caranya, Sofyan menyampaikan janji Kalla bahwa kontrak karya Freeport di Indonesia akan dipastikan aman. Pada saat itu Jokowi-Kalla sudah dipastikan sebagai pemenang Pilpres Pilpres Juli 2014. Misi Sofyan Wanandi itu pun berhasil. Freeport setuju untuk membatalkan MoU itu dan menunggu hingga Jokowi-Kalla dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Ketika misi Sofyan Wanandi melobi Freeport berhasil, Kalla pun mulai merancang skenarionya. Kalla ingin agar orang nomor satu di ESDM adalah orangnya. Demikian juga di jajaran Freeport Indonesia haruslah orang yang mendukung rancangan bisnisnya.
Untuk memuluskan skenarionya, Kalla kemudian meminta kepada Presiden Jokowi untuk menunjuk Sudirman Said (orangnya Kalla) sebagai Menteri ESDM. Bujukan Kalla itupun, tanpa curiga disetujui Jokowi. Jadilah orang nomor satu di Kementerian ESDM dipegang oleh Sudirman Said. Dengan masuknya Sudirman Said, maka skenario perancangan bisnis Kalla pun mendapat kemudahan. Nantinya segala kebijakan di Freeport, dirancang sedemikian rupa agar sesuai dengan kemauan Kalla. Selanjutnya agar Freeport Indonesia lebih mudah didekati, maka Kalla meminta petinggi Freeport pusat, James Moffett, untuk mengganti jajaran Direksi Freeport Indonesia. Pihak Freeport pusat menuruti kemauan Kalla dan menunjuk Maroef Sjamsoeddin, adik kandung Sjafrie Sjamsoeddin, yang waktu itu menjabat sebagai Wakil Kepala BIN, menjadi Dirut PT Freeport Indonesia.
Dengan penunjukkan Maroef, maka kini Kalla memegang kendali kebijakan lewat Sudirman Said dan kendali operasional lewat Maroef Sjamsoeddin. Tinggal satu langkah lagi bagi Kalla yang belum terlaksana yakni meyakinkan Jokowi bahwa perpanjangan kontrak karya Freeport itu penting bagi investasi di Indonesia. Oleh karena itu harus dibantu percepatan perpanjangan kontraknya. Namun apa yang terjadi kemudian? Ternyata Jokowi bukanlah Presiden kemarin sore yang dengan mudah menuruti keinginan Kalla dan Sudirman Said. Jokowi dengan cerdasnya mencium gelagat tidak enak terkait nafsu besar Kalla plus Sudirman Said untuk memperpanjang kontrak Freeport itu. Dalam hal ini, maka benarlah apa yang dikatakan oleh Menko Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli, bahwa Sudirman Said keblinger memperpanjang kontrak Freeport itu. Sebagai bukti atas keblinger Sudirman Said itu terlihat pada suratnya atas nama Menteri ESDM bernomor 7522/13/MEM/2015 kepada Freeport, yang isinya memberi angin segar terhadap perpanjangan kontrak karya dengan PT Freepot Indonesia sebelum 2019. Usaha Kalla dan Sudirman Said meyakinkan Jokowi kemudian ternyata gagal total. Akibatnya perpanjangan kontrak Freeport itu menjadi molor dan tidak jelas seperti yang pernah dijanjikan Kalla.
Bisnis yang sudah di depan mata, tidak pernah menjadi kenyataan. Padahal jika Kalla dan Sudirman Said bisa meyakinkan Jokowi, maka peluang bisnis di Freeport sangat lezat. Perusahaan Kalla seperti Bukaka Group, Bosowa Group, Indika Group akan berbagi untuk memasok semen untuk pembangunan; penerangan tambang bawah tanah, bahan peledak, pembangkit listrik tenaga air dan sebagainya. ****
Melihat Kalla dan Sudirman Said gagal meyakinkan Jokowi, maka Setya Novanto mencoba masuk dan menawarkan bantuan kepada pihak Freeport. Novanto tergoda untuk memperjualbelikan jabatannya dengan harga fantastis. Novanto juga ingi ikut mencicipi kue lezat Freeport. Caranya, Novanto yang sudah mempunyai hubungan baik dengan Luhut berasumsi bahwa Luhut dapat meyakinkan Jokowi untuk memperpanjang kontrak Freeport itu. Tentu saja uluran tangan sang ketua DPR itu disambut baik oleh pihak Freeport yang sudah frustrasi melihat cara kerja Sudirman Said. Hal ini kemudian terbukti atas pertemuan pertama Freeport dengan Setya Novanto di gedung DPR. Novanto yang sebelumnya telah mendapat cerita menarik dari Aburizal bahwa kue Freeport itu begitu lezat, tanpa malu mencoba bernegosaisi langsung dengan pihak Freeport. Bersama Reza Chalid, Novanto pun diketahui beberapa kali bertemu dengan pihak Freeport. Agar lebih meyakinkan Freeport, Novanto yang sudah dekat dengan Luhut, tanpa ragu mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden dan juga nama Luhut sendiri (orang kepercayaan Jokowi).
Sial bagi Novanto, Presdir Freeport, Maroef Sjamsuddin yang juga mantan wakil BIN, dan sudah frustrasi meyakinkan Jokowi, merekam pembicaraan Novanto yang meminta bagian saham itu. Sudirman Said yang pernah dimarahi Jokowi karena keblinger memperpanjang kontrak Freeport itu terancam direshuffle oleh Jokowi. Maka untuk menyelamatkan mukanya di depan Jokowi, rekaman pembicaraan Novanto itu dilaporkan kepada Jokowi. Hasilnya, Jokowi marah besar dan mendorong Sudirman Said melaporkan pencatutan itu ke MKD DPR. Gegerlah DPR, publik pun heboh luar biasa. Sudirman Said pun muncul bak pahlawan kesiangan di atas penderitaan Setya Novanto. Novanto pun menjadi bulan-bulanan publik. ***
Dari masalah kasus catut Novanto yang sebetulnya akar masalahnya di Freeport, publik pantas berterima kasih kepada Jokowi yang berpikir lurus, jujur dan tetap berintegritas. Jokowi selalu mementingkan kepentingan rakyatnya dan tidak akan menjual negerinya demi kepentingan pribadinya. Terkait dengan Kalla-Sudirman Said, publik tentu sudah lama curiga atas permainan keduanya. Apes juga bagi Novanto, yang terperosok masuk dalam pusaran kue lezat Freeport dan berani mencatut nama Presiden Jokowi. Maka tepatlah jika nantinya Setya Novanto dilengserkan dari kursi DPR lewat MKD. Juga sangat layak jika Sudirman Said ikut direshuffle dari kabinet karena ikut bermain di Freeport. Sedangkan untuk Kalla, biarkan dia menjadi wakil Jokowi sampai habis masa jabatannya, namun Jokowi harus berhati-hati dan tidak lagi mudah mempercayainya. Untuk Luhut, kasus catut itu menjadi pembelajaran bagi dirinya ke depan. Jadi ketika Jokowi gagal diyakinkan, maka skenario Kalla-Sudirman Said terkuak, pun Setya Novanto kena batunya. Salam Kompasiana. _____________________________________ Oleh: Asaaro Lahagu-Kompasiana | | RSS to Email Formatted | | | |